Hidup
selalu berwarna, tantangan dan bahagia membuatnya tak serupa. Namun,
jika shalat dijaga, hasilnya ternyata tak berbeda, yaitu barokah dari
Allah subhanahu wata’ala.
Berikut Arrahmah kutipkan sebuah kisah nyata penuh ibrah di Ramadhan 1436 Hijriyah ini. Kisah sarat hikmah ini disampaikan seorang netizen, yang tidak menyebutkan namanya, dari Facebook pada Rabu (1/7/2015).
Sahabat saya yang satu ini, profesi awalnya adalah sopir angkot. Setiap hari dia menyupir angkot dengan sistem setoran ke majikan. Setor karena angkotnya punya orang lain.
Nah suatu hari, majikannya bangkrut, karena semakin mahalnya harga bensin. Akhirnya sahabat saya ini, katakanlah Udin, jadi tidak punya mata pencaharian. Karena angkot majikannya sudah dijual.
Karena Udin bukan tipe orang yang gampang putus asa, akhirnya dia mencari pekerjaan lain. Dipilihlah becak sebagai jalan ikhtiarnya. Sebab hanya berprofesi sebagai tukang becak, kehidupannya pun sangat sederhana, kalau tidak mau dikatakan kurang.
Dia tinggal bersama tiga putri dan seorang istrinya di sebuah rumah kontrakan yang mungkin cuma layak disebut kamar. Tidak ada yang istimewa dari kehidupan sehari-harinya. Pagi-pagi pergi dari rumah mencari penumpang, sore pulang. Setiap hari seperti itu.
Namun setelah dicermati, tenyata ada satu hal yang membuat Udin berbeda dari abang becak lainnya, bahkan dari kebanyakan kita. Udin selalu menjaga sholat diawal waktu, dan selalu dia lakukan di Masjid.
Dimanapun dia berada selalu menyempatkan bahkan memaksakan sholat diawal waktu. Setiap mendekati waktu sholat, jika tidak ada penumpang, dia akan mangkal di tempat yang dekat dengan masjid. Iya mendekati masjid.
Pokoknya dia tidak pernah ketinggalan sholat wajib awal waktu bahkan selalu berjamaah di masjid. Dan tenyata itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Ternyata istri dan ketiga putrinya pun begitu, mereka selalu sholat diawal waktu, meskipun berada di rumah.
Singkat cerita, suatu hari ketika saya sedang mangkal di salah satu hotel berbintang di Bandung. Ada seorang ibu turun dari mobil Merci tiba-tiba mendekati saya dan meminta untuk diantar ke salah satu tempat perbelanjaan di kawasan alun-alun kota Bandung, kata Udin.
Ketika si Ibu itu bilang minta dianter memakai becak saya malah balik nanya. “Engga salah Bu naik becak ?” kata Udin.
“Engga Bang, jalanan macet, biar mobil disimpen di hotel aja, sekalian sopir saya istirahat,” jawab si Ibu.
Maka diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan yang dia minta. Saya pun mengayuh becak masih dalam keadaan kaget. Ketika mendekati alun-alun Bandung, terdengarlah suara adzan dzuhur dari Masjid Raya Jawa Barat.
“Saya langsung belokkan becak ke pelataran parkir Majid. Si Ibu pun heran dengan apa yang saya lakukan”, kata Udin.
“Bang kok berhenti disini?” kata si Ibu.
“Iya Bu, udah adzan, Allah udah manggil kita buat sholat.”
“Saya mau sholat dulu. Ibu turun disini aja, tokonya udah dekat koq, di belakang masjid ini. Biarin Bu GA USAH BAYAR.”
“Tanggung Bang, lagian saya takut nyasar,” kata si Ibu.
“Kalo Ibu mau saya anter saya sholat dulu, ya, Bu.”
Setelah selesai sholat Udin pun kembali menuju ke becaknya. Ternyata si Ibu dan asistennya masih nunggu di becak. Diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan di belakang Masjid Raya.
“Bang tunggu disni ya, ntar antar lagi saya ke hotel,” kata si Ibu.
“Iya Bu, tapi kalo Ibu balik lagi ke becak pas adzan ashar, ibu tunggu dulu disini, saya jalan kaki ke masjid.”
Singkat cerita si Ibu kembali ke becak jam 15.30. Kemudian di becak dia nanya di mana Udin tinggal.
Si Ibu penasaran dengan kebiasaan Udin, demi sholat diawal waktu berani meninggalkan penumpang di becak, ga peduli dibayar atau tidak. “Bang, saya pengen tau rumah abang,” kata si Ibu.
“Waduh emangnya kenapa Bu?” tanya Udin kaget.
“Saya pengen kenal sama keluarga abang,” kata si Ibu.
“Jangan Bu, rumah saya jauh. Lagian di rumah saya engga ada apa-apa.”
Si Ibu terus memaksa. Akhirnya setelah menunggu si Ibu sholat jamak dzuhur dan ashar di hotel, mereka pun pergi menuju rumah Udin.
Tapi kali ini Udin pakai becak, si Ibu mengikuti di belakangnya pake mobil Merci terbaru. Setibanya di rumah kontrakan Udin, si Ibu kaget, karena rumahnya sangat kecil. Tapi kok berani tidak dibayar demi sholat.
Mungkin karena penasaran si Ibu nanya. “Bang koq berani engga dibayar?”
“Rezeki itu bukan dr pekerjaan kita Bu, rezeki itu dari Allah, saya yakin itu. Makanya kalo Allah manggil kita harus dateng.”
“Haiyya ‘Alal Fallaah … kan jelas Bu. Marilah kita menuju kemenangan, kesejahteraan, kebahagiaan. Saya ikhtiar udah dengan narik becak, hasilnya gimana Allah. yang penting kitanya takwa ke Allah ya kan Bu?” kata Udin.
“Saya yakin janji Allah di QS Al-Baqarah ayat 3.” kata Udin. Si Ibu pun terdiam sambil meneteskan air mata.
Setelah dikenalkan dan ngorol dgn keluarga Udin si Ibu pun pamit. Sambil meminta Udin mengantarkannya kembali minggu depan.
“Insya Allah saya siap Bu,” kata Udin. Si Ibu pun pamit sambil memberi ongkos becak ke Istrinya Udin. Setelah si Ibu pergi ongkos becak yang dimasukan kedalam amplop dibuka oleh Udin. Ternyata isinya satu juta rupiah. Udin dan keluarganya pun kaget dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan melewati si Ibu tadi.
Seminggu kemudian Udin mendatangi hotel tempat si Ibu menjanjikan. Setelah bertanya ke satpam, Udin tidak diperbolehkan masuk. Satpam tidak percaya ada tamu hotel bintang lima janjian sama seorang tukang becak. Udin ga maksa, dia kembali ke becaknya.
Nah, itu pula yang sering kita lakukan, seringkali kita melihat orang dari penampilannya. Padahal Allah tidak melihat pangkat, jabatan, pekerjaan, harta, warna kulita kita. Allah hanya melihat ketakwaan kita.
Berikut Arrahmah kutipkan sebuah kisah nyata penuh ibrah di Ramadhan 1436 Hijriyah ini. Kisah sarat hikmah ini disampaikan seorang netizen, yang tidak menyebutkan namanya, dari Facebook pada Rabu (1/7/2015).
Saya ada cerita tentang sahabat saya yang berbeda profesi tapi “amalannya” sama dengan saya. Dia selalu menjaga sholat di awal waktu. Apa yang terjadi? Dengan menjaga sholat wajib di awal waktu ternyata dia mendapatkan keberkahan yang tidak pernah terbayang sebelumnya.بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sahabat saya yang satu ini, profesi awalnya adalah sopir angkot. Setiap hari dia menyupir angkot dengan sistem setoran ke majikan. Setor karena angkotnya punya orang lain.
Nah suatu hari, majikannya bangkrut, karena semakin mahalnya harga bensin. Akhirnya sahabat saya ini, katakanlah Udin, jadi tidak punya mata pencaharian. Karena angkot majikannya sudah dijual.
Karena Udin bukan tipe orang yang gampang putus asa, akhirnya dia mencari pekerjaan lain. Dipilihlah becak sebagai jalan ikhtiarnya. Sebab hanya berprofesi sebagai tukang becak, kehidupannya pun sangat sederhana, kalau tidak mau dikatakan kurang.
Dia tinggal bersama tiga putri dan seorang istrinya di sebuah rumah kontrakan yang mungkin cuma layak disebut kamar. Tidak ada yang istimewa dari kehidupan sehari-harinya. Pagi-pagi pergi dari rumah mencari penumpang, sore pulang. Setiap hari seperti itu.
Namun setelah dicermati, tenyata ada satu hal yang membuat Udin berbeda dari abang becak lainnya, bahkan dari kebanyakan kita. Udin selalu menjaga sholat diawal waktu, dan selalu dia lakukan di Masjid.
Dimanapun dia berada selalu menyempatkan bahkan memaksakan sholat diawal waktu. Setiap mendekati waktu sholat, jika tidak ada penumpang, dia akan mangkal di tempat yang dekat dengan masjid. Iya mendekati masjid.
Pokoknya dia tidak pernah ketinggalan sholat wajib awal waktu bahkan selalu berjamaah di masjid. Dan tenyata itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Ternyata istri dan ketiga putrinya pun begitu, mereka selalu sholat diawal waktu, meskipun berada di rumah.
Singkat cerita, suatu hari ketika saya sedang mangkal di salah satu hotel berbintang di Bandung. Ada seorang ibu turun dari mobil Merci tiba-tiba mendekati saya dan meminta untuk diantar ke salah satu tempat perbelanjaan di kawasan alun-alun kota Bandung, kata Udin.
Ketika si Ibu itu bilang minta dianter memakai becak saya malah balik nanya. “Engga salah Bu naik becak ?” kata Udin.
“Engga Bang, jalanan macet, biar mobil disimpen di hotel aja, sekalian sopir saya istirahat,” jawab si Ibu.
Maka diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan yang dia minta. Saya pun mengayuh becak masih dalam keadaan kaget. Ketika mendekati alun-alun Bandung, terdengarlah suara adzan dzuhur dari Masjid Raya Jawa Barat.
“Saya langsung belokkan becak ke pelataran parkir Majid. Si Ibu pun heran dengan apa yang saya lakukan”, kata Udin.
“Bang kok berhenti disini?” kata si Ibu.
“Iya Bu, udah adzan, Allah udah manggil kita buat sholat.”
“Saya mau sholat dulu. Ibu turun disini aja, tokonya udah dekat koq, di belakang masjid ini. Biarin Bu GA USAH BAYAR.”
“Tanggung Bang, lagian saya takut nyasar,” kata si Ibu.
“Kalo Ibu mau saya anter saya sholat dulu, ya, Bu.”
Setelah selesai sholat Udin pun kembali menuju ke becaknya. Ternyata si Ibu dan asistennya masih nunggu di becak. Diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan di belakang Masjid Raya.
“Bang tunggu disni ya, ntar antar lagi saya ke hotel,” kata si Ibu.
“Iya Bu, tapi kalo Ibu balik lagi ke becak pas adzan ashar, ibu tunggu dulu disini, saya jalan kaki ke masjid.”
Singkat cerita si Ibu kembali ke becak jam 15.30. Kemudian di becak dia nanya di mana Udin tinggal.
Si Ibu penasaran dengan kebiasaan Udin, demi sholat diawal waktu berani meninggalkan penumpang di becak, ga peduli dibayar atau tidak. “Bang, saya pengen tau rumah abang,” kata si Ibu.
“Waduh emangnya kenapa Bu?” tanya Udin kaget.
“Saya pengen kenal sama keluarga abang,” kata si Ibu.
“Jangan Bu, rumah saya jauh. Lagian di rumah saya engga ada apa-apa.”
Si Ibu terus memaksa. Akhirnya setelah menunggu si Ibu sholat jamak dzuhur dan ashar di hotel, mereka pun pergi menuju rumah Udin.
Tapi kali ini Udin pakai becak, si Ibu mengikuti di belakangnya pake mobil Merci terbaru. Setibanya di rumah kontrakan Udin, si Ibu kaget, karena rumahnya sangat kecil. Tapi kok berani tidak dibayar demi sholat.
Mungkin karena penasaran si Ibu nanya. “Bang koq berani engga dibayar?”
“Rezeki itu bukan dr pekerjaan kita Bu, rezeki itu dari Allah, saya yakin itu. Makanya kalo Allah manggil kita harus dateng.”
“Haiyya ‘Alal Fallaah … kan jelas Bu. Marilah kita menuju kemenangan, kesejahteraan, kebahagiaan. Saya ikhtiar udah dengan narik becak, hasilnya gimana Allah. yang penting kitanya takwa ke Allah ya kan Bu?” kata Udin.
“Saya yakin janji Allah di QS Al-Baqarah ayat 3.” kata Udin. Si Ibu pun terdiam sambil meneteskan air mata.
Setelah dikenalkan dan ngorol dgn keluarga Udin si Ibu pun pamit. Sambil meminta Udin mengantarkannya kembali minggu depan.
“Insya Allah saya siap Bu,” kata Udin. Si Ibu pun pamit sambil memberi ongkos becak ke Istrinya Udin. Setelah si Ibu pergi ongkos becak yang dimasukan kedalam amplop dibuka oleh Udin. Ternyata isinya satu juta rupiah. Udin dan keluarganya pun kaget dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan melewati si Ibu tadi.
Seminggu kemudian Udin mendatangi hotel tempat si Ibu menjanjikan. Setelah bertanya ke satpam, Udin tidak diperbolehkan masuk. Satpam tidak percaya ada tamu hotel bintang lima janjian sama seorang tukang becak. Udin ga maksa, dia kembali ke becaknya.
Nah, itu pula yang sering kita lakukan, seringkali kita melihat orang dari penampilannya. Padahal Allah tidak melihat pangkat, jabatan, pekerjaan, harta, warna kulita kita. Allah hanya melihat ketakwaan kita.
EmoticonEmoticon