BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cita-cita untuk mewujudkan masyarakat madani meniscayakan suatu upaya
yang serius dan sistematis. Masyarakat madani bukan sekedar sistem, tetapi juga
merupakan proses. Oleh karena itu, mewujudkan masyarakat madani memerlukan
proses yang sistematis. Dan salah satu proses yang paling strategis ialah
melalui pendidikan.
Masyarakat madani merupakan konsep yang kompleks, karena di dalamnya
terkandung konsep relasi-relasi sosial yang beradab yang hendak
ditransformasikan dalam kehidupan sosial sehari-hari didalamnya terdapat konsep
masyarakat, hukum, demokrasi, pemerintah dan kenegaraan, keterbukaan, perubahan
sosial, kebudayaaan, dan lain-lain dalam relasi-relasi dan struktur sosial.
Kompleksitas konsep masyarakat madani ini perlu ditransformasikan dalam
kehidupan masyarakat melalui pendidikan yang sistematis.
Salah satu cara paling strategis untuk mentransformasikan konsep
masyarakat madani secara aplikatif dalam dinamika kehidupan sosial ialah
menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan (civic education). Dalam
konteks indonesia, sebuah negara yang sedang beranjak menuju demokrasi,
pendidikan kewarganegaraan sangat penting diberikan kepada warga masyarakat
untuk memaknai dinamika perubahan sosial yang berkembang di negeri ini, baik
dalam tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian masyarakat madani?
2. Apa ciri-ciri masyarakat madani?
3. Bagaimana konsep dan fungsi masyarakat madani?
4. Apa saja prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam
masyarakat madani?
5. Apa saja problematika masyarakat madani?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat madani.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat madani.
3. Untuk memahami konsep dan fungsi masyarakat madani.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dan nilai-nilai dalam
masyarakat madani.
5. Untuk mengetahui problematika masyarakat madani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah sebuah
kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan
penguasa dan negara memiliki ruang publik ( publik sphere )
dalam mengemukakan pendapat adanya lembaga-lembaga mandiri yang dapat
menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.[1] Sedangkan secara etimologis,
mayarakat madani berasal dari dua kata, civil (bermakna:
beradab, teratur) dan society(arti: masyarakat). Sehingga secara
singkat, masyarakat madani dimaknai sebagai suatu masyarakat yang beradab.
Dalam kaitannya dengan konsep kebersamaan hidup, maka “beradab” disini
bertujuan untuk membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupan.[2]
Lebih lanjut mengkaji tentang pengertian, maka beberapa ahli
memberikan definisinya tentang masyarakat madani sebagai berikut:
1. Zbigniew Rew, masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari
sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka
bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
2. Han-Sung Joo, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang
melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
3. Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari
kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan
dalam masyarakat yang secara relative.
4. Thomas Paine, masyrakat madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan
kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan
tanpa paksaan.
5. Hegel, masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara.
Kesimpulan, masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan
masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang
memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang
mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan politik.
B. Ciri-ciri Masyarakat Madani
Ciri-ciri masyarakat madani antara lain:
1. Menjunjung tinggi moralitas:
a. Kebebasan memeluk agama
b. Iman dan Takwa
c. Menjunjung tinggi kejujuran
d. Melaksanakan perintah Tuhan Yang Maha Esa
e. Menjauhi larangan tuhan Yang Maha Esa
2. Adanya ruang publik yang bebas (free public sphere)
Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai
warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara
berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik.
3. Demokrasi
Yaitu masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan
masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama.
4. Pluralisme
Yaitu keaadan masyarakat yang majemuk. Makna pluralisme ada 2
yaitu:
a. Sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang beranekaragam.
b. Sikap tulus menerima kenyataan pluralisme sebagai nilai positif untuk
membangun kebersamaan.
5. Toleransi
Yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta
aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat lain.
6. Keadilan Sosial (social Justice)
Yaitu suatu keadaan yang menunjukkan bahwa setiap anggota masyarakat
madani menikmati hak-hak asasi manusia yang sama dan memiliki kesempatan yang
sama pula.
7. Supremasi hukum
Yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut,
dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang
demokratis, dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya
dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahannya
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk
mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya.
C. Konsep dan Fungsi Masyarakat Madani
1.
Konsep masyarakat madani:
a. Sifat partisipatif
Yaitu masyarakat madani tidak akan
menyerahkan seluruh nasibnya pada negara, tetapi mereka menyadari bahwa yang
akan dominan menentukan masa depan mereka haruslah berasal dari diri sendiri.
Negara bukanlah penentu aktivitas dan program-program kemajuan masyarakat ke
depan, tetapi harus kekuatan masyarakatlah yang mewarnainya, sehingga apapun
konsekuensi dari setiap kebijakan, program aksi atas nama negara selalu
terdapat warna keinginan masyarakat madani di dalamnya. Dalam tataran praktis
masyarakat madani bisa terlihat dalam setiap proses politik diberbagai bidang,
yang akan dikeluarkan negara.
b. Otonom
Yaitu selain sebagai masyarakat partisipatif,
masyarakat madani juga memiliki karakter mandiri, yaitu dalam mengembangkan
dirinya tidak tergantung dan menunggu“bantuan” negara. Masyarakat terbiasa
dengan inisiatifnya, mereka mampu berinovasi sekaligus independen secara
politik dan ekonomi. Meskipun mengakui pluralisme, masyarakat konsisten memanfaatkannya.
Begitu pula secara ekonomi, masyarakat madani relative mandiri mengembangkan
aktivitasnya, dengan menghasilkan dan membiayai sendiri.
c. Tidak bebas nilai
Yaitu seluruh komponen masyarakat madani
memiliki keterikatan terhadap nilai-nilai, yang merupakan kesepakatan hasil
musyawarah demokratis (bukan sekedar konsensus). Setiap anggota masyarakat,
dalam melakukan aktivitasnya tidak terlepas dari nilai, yang akan memagari agar
manifestasi kreativitas dan inovasinya berada dalam “kebaikan” dan tidak
merugikan komponen masyarakat lainnya serta berimplikasi positif. Nilai yang
dianut bisa bersumber dari agama dan digali dari tradisi yang kondusif.
d. Bagian dari sitem dengan struktur non-dominatif (plural)
Yaitu meskipun eksistensinya yang
partisipatif dan otonom terhadap kekuatan negara, namun masyarakat madani
adalah bagian dari komponen-komponen negara. Di luar masyarakat madani, diakui
keberadaan negara dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Namun masyarakat madani
mengakuinya, dengan syarat kekuatan-kekuatan yang berada diluar dirinya tidak
mengembangkan interaksi dominatif, seperti tetap memegang prinsip kompetisi,
non-privilege, dan tidak memaksa, yang intinya mengakui pluralisme
sebagai satu dinamika yang dimaknai dan ditangai secara tepat.
e. Termanifestasi dalam organisasi
Yaitu prinsip-prinsip organisasi dipegang
oleh masyarakat madani, sebagai perwujudan identitasnya secara material.
Artinya, masyarakat madani bukan merupakan individu-individu yang partisipatif
dan otonom saja, tetapi terdiri dari sekumpulan individu warga negarayang
tergabung dalam asosiasi-asosiasi yang memiliki tatananyang mampu menjamin
anggotanya untuk mampu mengekspresikan diri, mengembangkan minat, saling
tukarinformasi, memediasi perbedaan-perbedaan, dan menciptakanpola-pola
hubungan yang stabil. Di samping itu, mereka juga tertata dalam organisasi
modern, yang mengembangkan nilai-nilainya sendiri secara konsisten.
2.
Fungsi Masyarakat Madani dalam Negara
Adapun fungsi masyarakat madani dalam sebuah
negara dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Meniadakan ketidakadilan dan kesenjangan dalam
masyarakat.
b. Melindungi kepentingan penduduk yang universal.
Kepentingan tersebut meliputi elemen sipil, politik dan sosial. Sebagaimana
digambarkan oleh Anthony Giddens; Pembaharuan masyarakat Madani mensyaratkan
adanya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat madani, pembaharuan komunitas
dengan meningkatkan prakarsa local.
c. Perlindungan ruang public local, pencegahan kejahatan
dengan basis komunitas dan adanya keluarga yang demokratis (Anthony Giddens,
1999).
Dengan
demikian, maka peradaban yang besar adalah peradaban yang menciptakan lingkungan
yang cocok secara politik, social, ekonomi, cultural dan material dan
mengantarkan seseorang bisa mengamalkan pesan perintah-perintah Tuhan dalam
seluruh aktifitasnya, tanpa harus dirintangi oleh institusi-institusi
masyarakat. Insitutsi-institusi tersebut tidak boleh menyebabkan adanya
kontadiksi antara keyakinan agama dan perbuatan, atau menekan seseorang untuk
menyimpang dari kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan sekalian alam.
D. Prinsip-Prinsip dan Nilai-nilai Masyarakat
Madani
1.
Prinsip-prinsip masyarakat madani
Masyarakat Madani yang dicontohkan oleh Nabi
pada hakekatnya adalah reformasi total terhadap masyarakat yang hanya mengenal
supremasi kekuasaan pribadi seorang raja seperti yang selama itu menjadi
pengertian umum tentang Negara. Meskipun secara eksplisit islam tidak berbicara
tentang konsep politik, namun wawasan tentang demokrasi yang menjadi elemen
dasar kehidupan politik masyarakat madani bisa ditemukan di dalamnya. Wawasan
yang dimaksud tercermin dalam prinsip-prinsip Masyarakat Madani adalah; persamaan
(equality), kebebasan, hak-hak asasi manusia serta prinsip musyawarah.
a.
Persamaan (equality)
Prinsip persamaan ini bisa ditemukan dalam suatu ide bahwa setiap orang
tanpa memandang jenis kelamin, nasionalitas atau status semuanya adalah mahluk
Tuhan. Dari sini kemudian dipahami bahwa islam memberikan dasar konsep tentang
ekualitas. Berbeda dengan konsep ekualitas yang ada pada masyarakat Yunani.
Ekualitas menurut orang-orang Yunani hanya berarti dalam tatanan hukum.
Perbedaan antar konsep ekualitas Yunani Kuno dengan Islam terletak pada ide
bahwa manusia lahir dan diciptakan sama dan menjadi tidak sama karena nilai
sosial dan politik, yang merupakan institusi buatan manusia. Ekualitas yang
terdapat dalam masyarakat Yunani merupakan sebuah atribut kemasyarakatan dan
bukan perorangan, yang memperoleh ekualitasnya berdasarkan nilai
kewarganegaraan dan bukan diperolehnya sejak lahir.
b.
Kebebasan dan Hak Asasi Manusia
Dasar ajaran mengenai kebebasan ini memperoleh momentum penting dalam
sejarah umat manusia, yang selalu diwarnai oleh tindakan pembelengguan hak
serta kebebasan manusia. Sejarah mencatat bahwa mereka yang menjadi sasaran
ketidakadilan selalu berada pada pihak kaum yang lemah. Budak oleh tuannya,
kaum miskin oleh mereka yang kaya, rakyat oleh penguasa, yang bodoh oleh yang
pandai, yang miskin spiritual dan agama oleh kaum pendeta atau ulama. Dunia
seakan-akan tidak pernah kosong dari tindakan semena-mena manusia terhadap
sesamanya. Bukankah salah satu misi penting sosial Islam adalah membebaskan
perbudakan. Selain wawasan kebebasan seperti yang dimaksudkan ini, sejak
periode awal Islam beberapa pemikir Muslim juga mengembangkan doktrin ikhtiyar
(pilihan atau kebebasan berkehendak).
c.
Prinsip Musyawarah
Al Qur’an tidak mentolelir adanya perbedaan antara yang satu dengan yang
lain, laki atau wanita atas partisipasi yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat. Sejalan dengan pandangan ini, Al Qur’an menegaskan tentang
prinsip syura (musyawarah) untuk mengatur proses pembuatan keputusan yang
dilakukan masyarakat madani. Namun, selama berabad-abad, dikalangan kaum
muslimin telah tumbuh kekliruan fatal dalam menafsirkan karakteristik syura
ini. Mereka memahami bahwa syura sama dengan seorang penguasa berkonsultasi dengan
orang-orang yang menurut pandangan mereka, yang sangat bijaksana dan tidak ada
keharusan untuk mengimplementasikan nasehat mereka. Pandangan ini menurut
Fazlur Rahman, jelas merusak makna syura itu sendiri.
Semasa pemerintahan Bani Umaiyah (41-132/661-750) tuntutan semacam ini
tidak hanya terbatas pada perluasan penaklukan tetapi juga termasuk konsolidasi
politik-militer ke dalam, karena sepanjang sejarah pemerintahan Umaiyah terjadi
pemberontakan yang terus menerus. Pemerintah Umaiyah mengubah sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh para khalifah terdahulu dengan memaksakan
logika politinya sendiri yang dalam beberapa hal tidak memberikan kesempatan
adanya partisipasi masyarakat. Kalau ada musyawarah, maka institusi ini hanya
dilakukan dengan mereka yang mendukung rejim penguasa. Kenyataannya musyawarah
kemudian menjadi komoditas politik yang Al Qur’an sendiri melarangnya.
Perkembangan inilah yang kemudian mewarnai hubungan antara penguasa dan rakyat,
yakni hubungan yang pada dasarnya berasal dari atas ke bawah, yang sesungguhnya
bertentangan dengan makna syura itu sendiri.
2.
Nilai-Nilai Masyarakat Madani
a.
Demokrasi
Dampak praktis kehidupan politik Islam pada abad pertengahan nampaknya
masih sangat membekas dalam kehidupan bernegara di dunia Islam sekarang ini.
Meskipun masyarakat muslim sekarang sudah terbatas dari dominasi asing (secara
fisik) dan memiliki pemerintahannya sendiri, tetapi hampir semua mereka ini
dihadapkan pada problem internal, yaitu “kurang demokratis”. Kecuali Turki,
kata Bernard Lewis, semua negara yang mayoritas penduduk muslim dipimpin oleh
variasi dari rejim otoriter, otokrasi, despotis dan sebangsanya. (Bernard
Lewis, 1996). Dari kalangan sosiolog, dunia Islam digambarkan telah mengalami
masa transisi dari masyarakat yang berorientasi pada ekonomi moneter dan
masyarakat demokratis kepada sebuah masyarakat agraris dan rejim militer. Dua
kecenderungan yang mencerminkan watak masyarakat yang berbeda, yang pertama
lebih bersifat dinamis dan rasional sedang yang kedua menggambarkan sifat
tertutup. Gambaran seperti yang disebutkan di atas itu seakan-akan
mengasumsikan bahwa Islam tidak mengenal pemerintahan yang demokrasi. Meskipun
benar diakui bahwa konsep demokrasi masih juga menjadi salah satu isu
perdebatan antara yang setuju dan yang menentang.
Sejak kira-kira abada ke-19, beberapa pemimpin reformist Muslim
menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan Islam dalam sektor kehidupan umum,
pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan atas kehendak rakyat banyak. Salah
satu alasan yang menjadi pertimbangan bagi kaum reformist seperti Jama al-Din
al-Afghani adalah karena tanpa partisipasi rakyat di dalam pemerintahan, maka
negara Islam tidak akan kuat untuk menghadapi tekanan Barat. Alasan yang lain,
agar kemajuan internal bisa dicapai, karena tanpa kemajuan, negara Islam akan
tetap lemah, maka partisipasi masyarakat sangat diperlukan.
b.
Pluralisme dan Toleransi
Istilah “Masyarakat Madani” dan civil society berasal
dari dua sistem budaya yang berbeda. Masyarakat madani merujuk pada tradisi
Arab-Islam sedang civil society tradisi barat non-Islam.
Perbedaan ini bisa memberikan makna yang berbeda apabila dikaitkan dengan
konteks asal istilah itu muncul. Oleh karena itu, pemaknaan lain diluar
derivasi konteks asalnya akan merusak makna aslinya. Ketidaksesuaian
pemaknaan ini tidak hanya menimpa pada kelompok masyarakat yang menjadi sasaran
aplikasi konsep tersebut tetapi juga para interpreter yang
akan mengaplikasikannya. Hal lain yang berkaitan dengan perbedaan aplikasi
kedua konsep masyarakat ini adalah bahwa civil society telah
teruji secara terus menerus dalam tatanan kehidupan sosial politik barat hingga
mencapai maknanya yang terakhir, yang turut membidani lahirnya peradaban Barat
Modern.
c.
Hak-Hak Asasi Manusia (HAM)
Konsep masyarakat madani dewasa ini telah mengambil peran sebagai sebuah
agenda cita-cita masyarakat yang modern untuk Indonesia baru. Sekalipun masyarakat
madani telah tiada secara fakta saat ini, tetapi hikmah-hikmahnya tetap
masih menyinari aspek-aspek masyarakat modern. Maka dari itu jika kita
menginginkan negara kita menuju masyarakat modern, membangun hak-hak asasi
manusia secara universal. Kesadaran tentang hak-hak asasi menuntut kemampuan
pribadi bersangkutan untuk menerima, meyakini dan menghayati sebagai bagian
dari rasa makna dan tujuan (sense of meaning and purpose) hidup
pribadinya.
Makna dan tujuan kemanusiaan perlu ditegaskan, bahwa rasa kemanusiaan
haruslah berlandaskan rasa ketuhanan. Kemanusiaan sejati hanya terwujud jika
dilandasi dengan rasa ketuhanan itu. Sebab rasa kemanusiaan ataupun
antroposentrisme yang lepas dari rasa ketuhanan atau teosentrisme akan mudah
terancam untuk tergelincir kepada praktek-praktek pemutlakan sesama manusia,
sebagaimana pernah didemonstrasikan oleh eksperimen-eksperimen komunis. Dari
sinilah kemudian hak asasi manusia sebagai elemen utama masyarakat madani harus
didasarkan pada nilai dasar kemanusiaan universal itu.
d.
Keadilan Sosial
Dalam artian etimologis, menurut Nurcholish Madjid, ‘adil’ ialah
“tengah” atau “pertengahan”, sehingga orang yang berkeadilan adalah orang yang
sanggup berdiri di tengah tanpa memihak. Lebih lanjut Harun Nasution memotret
keadilan dalam bahasa indonesia, hakekatnya berasal dari bahasa arab al-‘adl yang
berarti keadaan yang terdapat dalam jiwa seseorang yang membuatnya menjadi
lurus. Orang yang adil adalah orang yang tidak dipengaruhi hawa nafsunya,
sehingga ia tidak menyimpang dari jalan lurus dan dengan demikian bersikap
adil. Oleh karena itu al-‘adl mengandung arti menentukan hukum dengan benar dan
adil, juga berarti mempertahankan hak yang benar. Sehingga berlaku adil artinya
tidak menggunakan standar ganda. Katakanlah yang jahat itu jahat, juga sebutlah
yang baik itu baik, sekalipun dipraktikkan oleh musuh-musuh kita. Maka adil
dalam pandangan islam ialah setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya.
Bukan setiap orang memperoleh bagian yang sama besarnya. Ini menunjukkan islam
menghargai ikhtiar. Setiap orang berhak beroleh kontra prestasi sebanding
dengan prestasi yang diberikannya. Adapun prestasi adalah upaya-upaya yang
wajar dalam sebah kompetisi yang jujur. Bukan hasil prestasi namanya jika
beroleh sesuatu karena fasilitas.
Relevansi keadilan sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yakni sangatlah dibutuhkan mengingat, perasaan teringkari dan
juga diperlakukan secara tidak adil akan dengan sendirinya membuka pintu bagi
adanya “wawasan revolusioner”. Yakni suat wawasan yang karena terpusat kepada
usha mengubah yang tidak adil menjadi adil yang akan berdampak kepada
memudarnya disiplin karena setiap aturan akan dipandang hanya menguntungkan
mereka yang sedang beruntung. Maka dengan perkara perwujudan cita-cita dasar
kita untuk bernegara yaitu “dengan mewujudkan keadilan sosial” bagi seluruh
rakyat Indonesia dipandang sangatlah signifikan.
E. Problematika Masyarakat Madani
Adapun yang masih menjadi
kendala/ problematika dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang
terbatas.
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang
berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang
publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang
dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan politik.
2. Ciri-ciri masyarakat madani antara lain:
a. Menjunjung tinggi moralitas
b. Adanya ruang publik yang bebas (free public sphere)
c. Demokrasi
d. Pluralisme
e. Toleransi
f. Keadilan Sosial (social Justice)
g. Supremasi hukum
3. Konsep masyarakat madani:
a. Sifat partisipatif
b. Otonom
c. Tidak bebas nilai
d. Bagian dari sitem dengan struktur non-dominatif (plural)
e. Termanifestasi dalam organisasi
4. Fungsi Masyarakat Madani Dalam Negara:
1) Meniadakan ketidakadilan dan kesenjangan dalam
masyarakat.
2) Melindungi kepentingan penduduk yang universal.
3) Perlindungan ruang public local, pencegahan kejahatan
dengan basis komunitas dan adanya keluarga yang demokratis
5. Prinsip-prinsip masyarakat madani:
a. Persamaan (equality)
b. Kebebasan dan Hak Asasi Manusia
c. Prinsip Musyawarah
6. Nilai-Nilai Masyarakat Madani
a. Demokrasi
b. Pluralisme dan Toleransi
c. Hak Asasi Manusia (HAM)
d. Keadilan Sosial
7. Problematika Masyarakat Madani di Indonesia:
a. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang
terbatas.
e. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
B. Saran
Demikian makalah
yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan
kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat
kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba
Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Culla, Adi
Suryadi. 1999. Masyarakat Madani: pemikiran, teori, dan relevansinya
dengan cita-cita reformasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Bloguinmalikimalang/masyarakatmadani
EmoticonEmoticon